Suku Baduy merupakan suku asli dari Provinsi Banten, tepatnya di kaki pegunungan Kendeng di Desa Kanekes, Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Pemukiman suku Baduy berjarak sekitar 40 km dari Rangkasbitung, pusat kota di Lebak, Banten. Orang Baduy menyebut diri mereka yaitu Urang Kanekes atau Orang Kanekes. Kata “Baduy” berasal dari peneliti belanda yang mengacu pada nama kelompok Arab Badawi yang gemar berpindah-pindah.
Menurut kepercayaannya, Suku Baduy mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering juga dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama.
Adam dan keturunannya, termasuk Suku Baduy, mempunyai tugas yaitu bertapa demi menjaga keselarasan dunia. Oleh karena itu, Suku Baduy sangat menjaga kelestarian lingkungannya sebagai upaya dalam menjaga keseimbangan alam semesta. Tak ada eksploitasi air dan tanah yang berlebihan bagi mereka. Semua sudah ada porsi dan batasannya dalam menggunakan sumber daya alam.
Tradisi, budaya dan alam menjadi salah satu hal yang sangat dijaga. Desa ini terdiri dari dua golongan, yakni suku Baduy dalam dan Baduy luar.
Baduy Dalam
Baduy dalam bermukim di pelosok tanah adat. Kepercayaan Sunda Wiwitan masih kental pada Baduy Dalam, suku ini juga dianggap memiliki kedekatan yang lebih mendalam dengan para leluhur. Masyarakat Baduy dalam ini biasanya akan menggunakan pakaian serba berwarna putih, istilahnya yaitu jamang sangsang. Baju khas suku baduy dalam ini memiliki aturan yang cukup ketat salah satunya, tidak boleh dijahit menggunakan mesin jahit. Baju jamang sangsang memiliki arti bahwa kehidupan suku baduy dalam suci adanya dan tidak terpengaruh oleh budaya luar.
Suku Baduy dalam tidak mengenyam pendidikan, melek teknologi, bahkan tak beralas kaki, karena hidup apa adanya dirasa sebagai cara untuk tetap dekat dengan Yang Maha Esa. Eksistensi Baduy Dalam dilindungi oleh Baduy Luar yang bertugas menyaring “hempasan informasi dari dunia luar” sehingga adat istiadat Suku Baduy tetap terjaga dan lestari.
Gambar Orang Suku Baduy Dalam (kiri) dan Baduy Luar (kanan)
Baduy Luar
Berbeda dengan suku Baduy dalam, Baduy luar memiliki aturan adat yang lebih longgar karena sudah tercampur dengan budaya luar dan sudah melek pendidikan dan teknologi. Baduy Luar masih menjunjung kepercayaan Sunda Wiwitan. Ciri khas Baduy luar terlihat dari pakaian serba hitam yang biasa dikenal dengan kampret dan ikat kepala biru. Baju adat Suku Baduy terbuat dengan bahan yang berasal dari alam sekitar.
Rumah Suku Baduy
Rumah Sulah Nyanda adalah rumah tradisional dari suku Baduy, suku asli yang mendiami Desa Kanekes. Rumah-rumah di desa suku Baduy sangat tertata rapi, terbuat dari bambu, dan hutannya sangat terjaga.
Rumah Sulah Nyanda menyatu dengan alam dan menekankan pada keselarasan kehidupan dengan alam, karena materialnya berasal dari alam dengan alas pondasinya terbuat dari batu, bambu dibelah untuk lantainya, dindingnya terbuat dari anyaman bambu, tiang rumah dari balok kayu berukuran besar, dan atapnya dibuat dari bilah bambu dan ijuk yang dikeringkan. Rumah suku Baduy ini dibuat saling berhadapan utara dan selatan.
Arca Domas
Arca Domas adalah objek kepercayaan terpenting bagi Suku Baduy yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap sebagai tempat paling sakral. Suku Baduy mengunjungi lokasi tersebut dalam rangka melakukan pemujaan yang dilakukan setahun sekali pada bulan kelima. Akan tetapi, tak sembarang orang dapat masuk ke arca domas, hanya pu’un (ketua adat tertinggi) dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut.
Terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan pada komplek Arca Domas. Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau kondisi berair keruh, tanda kegagalan panen.
Keunikan dan segala tradisi yang dimiliki oleh Suku Baduy ini perlu terus dilestarikan, namun melek terhadap perkembangan informasi dan lainnya juga mungkin bisa mulai diperkenalkan. Hal ini berguna agar para masyarakat Suku Baduy dapat memiliki pengetahuan dan bisa mengembangkan kemampuan diri.