Skip to main content
Category

Ensiklopedia Desa

4 Hari di Atas Lautan, Tim Desamind Sampai di Tempat Pengabdian “Projek Babar Kalesang” PFMuda

By Berita Terkini, Ensiklopedia Desa, Pemberdayaan Kepemudaan, Press ReleaseNo Comments

Disparitas informasi dan teknologi menjadi gap terbesar inovasi dan kemajuan bagi wilayah-wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal di Indonesia. Hingga saat ini, Indonesia masih memiliki banyak pulau terluar yang tidak mendapatkan akses yang sama dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Padahal, potensi manusia untuk tumbuh berkembang menjadi masyarakat sejahtera cukup besar, namun mereka dibatasi akses. Salah satu daerah 3T di Indonesia yang hingga kini hanya memiliki akses listrik dan internet terbatas adalah adalah Pulau-pulau Babar yang terletak di ujung selatan Indonesia yang berbatasan dengan Autralia dan Timor-Timur. Tidak adanya listrik yang mencukupi, menjadikan pulau-pulau Babar yang juga merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Maluku Barat Daya di tahun 2008 memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPB) rendah. Tidak hanya itu, daerah ini juga menduduki rangking terakhir IPM dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Maluku dari tingkat (BPS, 2020).

Desamind Indonesia melalui keikutsertaanya dalam kompetisi Projek Sosial PFmuda pertamina, ambil bagian dalam upaya meminimalisasi gap disparitas informasi dan teknologi yang terjadi. Melalui projek bertajuk Babar Kalesang: Laboratorium Low-Tech Environment Pulau-Pulau Babar, nama Babar Kalesang yang diambil dari nama daerahnya “Babar” dan “Kalesang” yang berarti mengayomi/peduli dalam bahasa Maluku. Desamind Indonesia berkolaborasi dengan Bebras Indonesia Biro UMS, Pendidikan Teknik Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta (PTI UMS) serta Lembaga Pendidikan yang ada di Desa Tepa melakukan kegiatan dan pelatihan guna mendorong peningkatan wawasan, kapasitas, dan kapabilitas masyarakat Pulau-Pulau Babar dalam bidang akses informasi Pendidikan dan Teknologi.

Bersama Anak-Anak di Babar Timur

Laboratorium Low-Tech Environment merupakan sebuah komitmen untuk memanfaatkan teknologi informasi yang dapat digunakan dalam kondisi rendah teknologi, SMK Negeri 3 Maluku Barat Daya dan SMA Negeri 5 Maluku Barat Daya yang berlokasi di Desa Tepa, Pulau-Pulau Babar dipilih menjadi pilot projek pelaksanaan program ini. Perjalanan Panjang ditempuh selama 6 hari dan 4 hari ditempuh dengan kapal. Kondisi cuaca yang cukup buruk mengakibatkan kapal-kapal lain tidak dapat berlayar. Sabtu, 17 Juli 2022 pukul 12.30 WIT setelah 4 hari melewati cuaca buruk diperjalanan di atas Laut Banda, rombongan baru dapat menepi dengan penjemputan dari pihak kedua sekolah (SMA N 5 dan SMK N 3 MBD). Kegiatan dimulai pada hari Minggu, 18 Juli 2022 dengan melakukan kordinasi lintas sectoral mulai dari sekolah, kepala desa, pengawas sekolah hingga masyarakat umum. Kegiatan penguatan Laboratorium LTE di Desa Tepa mulai berlangsung dari tanggal 18 – 22 Juli 2022 dengan melibatkan tiga komunitas/instansi sebagai peserta kegiatan yaitu anak-anak usia SD-SMP di Desa Tepa, Siswa-Siswi dan guru-guru di SMA Negeri 5 Maluku Barat Daya dan SMK Negeri 3 Maluku Barat Daya. Total peserta yang terlibat dalam Projek ini sekitar 250 peserta (angka yang besar untuk sebuah projek di Daerah 3T). Hal ini dapat dicapai dengan adanya Kerjasama lintas sector dan instansi di Pulau-Pulau Babar.

Bersama Guru peserta Workshop Computational Thinking dan Kurikulum Merdeka

Dengan kondisi lingkungan minim teknologi, projek ini berupaya memaksimalkan teknologi informasi namun dengan penyesuaian kondisi low-tech environment. Beberapa hal yang dilakukan adalah sebelum menyerahkan perangkat teknologi yang dapat digunakan dalam kondisi Low-Tech Environment, tim melakukan pelatihan penggunaan aplikasi offline pembelajaran berbasis android, aplikasi Augmented Reality dan Virtual Reality offline yang ditanam diperangkat mobile, serta penggunaan buku-buku terintegrasi Augmented Reality yang dapat digunakan dalam kondisi tanpa internet.

Pelatihan penggunaan perangkat high tech untuk kondisi minim teknologi seperti VR Box, AR, LED Projector Portable yang mendapatkan antusiasme yang sangat tinggi dari siswa dan guru. Tim menghibahkan perangkat tersebut untuk digunakan dalam sekolah sebagai laboratorium low-tech dan dapat dinikmati di Perpustakaan di kedua Sekolah. Selain itu, tim juga melaksanakan Lilin Inspirasi bagi sekitar lebih dari 100 anak-anak usia SD-SMP di Desa Tepa dengan berbagai game yang mengimplementasikan computational thinking metode CS unplugged. CS Unplugged menjadi inovasi yang sangat cocok bagi daerah tanpa teknologi. Kegiatan penguatan Laboratorium LTE juga diberikan dengan memberikan kegiatan parallel bagi siswa dan guru berupa seminar Pendidikan, Seminar Literasi Teknologi, Pengenalan Perangkat Teknologi serta game untuk Siswa-siswa SMA N 5 Maluku Barat Daya dan SMK N 3 Maluku Barat. Hari selanjutnya diisi dengan kegiatan Bersama keluarga SMA N 5 dan SMK N 3 MBD di Kilo 3 dengan mengenal dan menari tradisional khas maluku Bersama dan berolahraga Bersama sembari menikmati pantai.

Pelatihan penggunaan Perangkat Laboratorium LTE

Workshop Computational Thinking dan Sosialisasi Kuirkulum Merdeka juga kepada bapak/ibu guru SMA N 5 dan SMK N 3 Maluku Barat Daya. Pendampingan bagi Siswa dalam belajar Computational Thinking dan persiapan pengikuti tantangan Bebras Indonesia juga diberikan. Selain itu, guru dari kedua sekolah juga diberikan pendampingan dalam pembuatan bahan ajar CT infused. Kegiatan yang dilaksanakan selama empat hari yang dimulai dari kordinasi langsung ini mendapat sambutan yang luar biasa karena mereka sangat jarang sekali mendapatkan kesempatan pelatihan dan kegiatan menginspirasi seperti ini. Peserta pelatihan berharap kegiatan ini bisa terus berlanjut dikemudian hari dan wilayah-wilayah terluar Indonesia semakin mendapatkan perhatian serta laboratorium Low-Tech Environment ini dapat menjadi awal yang baik untuk mengurangi disparitas informasi yang ada.

Bersama para siswa SMA N 5 dan SMK 3 Maluku Barat Daya setelah kegiatan Seminar dan Workshop

Selain itu, salah satu luaran yang diharapkan adalah sekolah dan desa dapat teraliri internet dengan baik. Dari survey broadband yang dilakukan oleh tim, SMK N 3 MBD mengalami gangguan dalam akses internet dan menghambat berbagai pelaksanaan kegiatan dan akses informasi. Tim Desamind kemudian berkordinasi dengan Kominfo dalam program BAKTI – Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi, dan sekarang sekolah tersebut sudah dapat terhubung dengan Internet Satelit.

Berikut para relawan yang tergabung dalam Projek Sosial Babar Kalesang:

  1. Hardika Dwi Hermawan (Ketua)
  2. Irma Yuliana (Anggota)
  3. Zakky Muhammad Noor (Anggota)
  4. Julianti Madiuw (Anggota)
  5. Rahmat Syawaludin (Anggota)
  6. Nur Kholifah Putri Taufani (Anggota)
  7. Sevia Anggraeni (Anggota)
  8. Muhammad Ertam Hidayat (Anggota)
  9. Arlin Erlianti (Anggota)
  10. Indah Choirun Nisya (Anggota)
  11. Muhammad Luqman Naufal (Anggota)
  12. Khoirudin Nur Wahid (Anggota)

Buletin Desamind No. 2 Vol. 2 Juli 2022

By Berita Terkini, Buletin, Ensiklopedia DesaNo Comments

Buletin Desamind No. 2 Vol. 2 merupakan buletin ke-3 yang diterbitkan Desamind dengan mengangkat tema “Sinergi Desamind Mendorong Kepemimpinan Kontributif Anak Muda bagi Desa dan Pendidikan di Indonesia”. Buletin ini mengangkat isu-isu dan perjalanan perjuangan anak muda Indonesia di Keluarga Besar Desamind dalam hal mendorong kepemimpinan yang kontributif dalam mendorong Pendidikan, mulai dari kegiatan yang dilaksanakan oleh Desamind, kolaborasi lintas sektoral yang dilaksanakan di Jawa, Sumatera, dan beberapa kota lainnya, hingga perjuangan pengabdian di daerah 3T Indonesia.

Semoga Buletin Desamind ini menjadi pematik semangat dan prasasti perjuangan rekan-rekan semua. Selamat membaca.

KLIK TAMPILAN DI BAWAH UNTUK MENGAKSES FULL!

Suku Anak Dalam

Menilik Suku Anak Dalam

By Berita Terkini, Ensiklopedia DesaNo Comments

Apa yang dipikirkan pertama kali ketika mendengar Suku Anak Dalam? Tentunya banyak sekali perspektif dari berbagai sudut pandang. Jadi, Suku Kubu atau juga dikenal dengan Suku Anak Dalam / Orang Rimba adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatra, tepatnya di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Mayoritas dari mereka hidup di Provinsi Jambi, dengan perkiraan jumlah populasi sekitar 200.000 orang. 

Read More

Tradisi Kematian di Batipuh, Tempat Proses Syuting Film Fenomenal “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”

By Berita Terkini, Ensiklopedia DesaNo Comments
foto dari infosumbar.net

Siapa yang tidak tahu Film karya Buya Hamka yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”? Sepertinya film ini cukup dikenal oleh orang Indonesia. Pada tahun perilisannya di 2013, film ini menjadi fenomena di kalangan masyarakat. Banyak sekali masyarakat dari kalangan pemuda-pemudi yang menggemari film bernuansa etnik tersebut.

Penulis sendiri, saat film ini dirilis, langsung menjadi bahan perbincangan di kalangan teman-teman sekolah. Tidak sedikit orang yang memparodikan adegan romantis dan iconic dari film ini. Adapun proses pembuatan film ini tidaklah instan. Latar tempat perekaman scene epik dalam film ini dilakukan di berbagai tempat di Indonesia. Sebut saja, Padang, Surabaya, Lombok dan Jakarta.

Kali ini penulis akan mengulas salah satu daerah yang menjadi tempat syuting film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” yaitu di Batipuh. Jika kalian ingat adegan ketika tokoh Zainuddin menuntut ilmu di sebuah surau (masjid), nah surau tersebut adalah Surau Lubuak Bauk yang terletak di Jorong Lubuak Bauk, Nagari Batipuah Baruah, Kecamatan Batipuah, Tanah Datar, provinsi Sumatera Barat.

Ada sebuah tradisi yang masih dipertahankan oleh penduduk Nagari Batipuah/Batipuh sampai sekarang, yaitu Bakayu dan Mangampiang. Bakayu dan Mangampiang adalah tradisi kematian suku Minangkabau. Kegiatan ini dilakukan sehari pasca seseorang meninggal dunia.

sumber: mesintiktangan.blogspot.com

Bakayu adalah tradisi yang biasa dilakukan oleh pelayat laki-laki yang tidak bergelar Datuak. Para pelayat laki-laki ini akan menuju hutan untuk mencari kayu dengan membawa kapak masing-masing. Ini bertujuan untuk meringankan pekerjaan tuan rumah. Kayu-kayu yang didapatkan lalu diapiang (dibelah) di depan rumah duka. Nantinya, kayu-kayu tersebut digunakan untuk memasak hidangan memperingati tiga hari, tujuh hari, hingga empat puluh hari kematian.

Adapun mangampiang adalah tradisi yang dilakukan oleh pelayat perempuan. Waktu mangampiang dilakukan bersamaan dengan bakayu. Ibu-ibu akan datang ke rumah duka sambil membawa beras. Seperti bakayu, tujuan membawa beras oleh ibu-ibu ialah untuk meringankan tuan rumah yang sedang berduka dan sebagai tanda belasungkawa. Selanjutnya ibu-ibu akan menumbuk beras ampiang menggunakan lesung secara bersama-sama yang nantinya beras ini akan diberikan kepada anak-anak sekitar untuk dimakan oleh mereka.

Jika ada yang bertanya, apa itu beras ampiang. Sepertinya cukup menggerakkan jari di pencarian Google, kalian akan mendapatkan jawabannya. Tetapi, penulis akan berbaik hati memberi tahu. Menurut tulisan pada laman Kompas.com, ampiang adalah beras ketan yang ditumbuk pipih. Ampiang merupakan makanan khas rumahan penduduk Batipuh Baruah, Kecamatan Batipuh, Tanah Datar, khususnya daerah Jorong Ladang Laweh dan sekitarnya.

Kembali kepada tradisi Bakayu dan Mangampiang, seiring perkembangan zaman dan teknologi, tradisi ini hampir tidak lagi digunakan. Mengingat sekarang masyarakat memasak tidak lagi menggunakan kayu melainkan kompor gas. Oleh karena itu, bakayu hanya dapat dilakukan di beberapa rumah duka yang masih memasak menggunakan kayu. Sedangkan di beberapa daerah, bakayu digantikan dengan para pelayat laki-laki duduk di atas terpal yang digelar oleh tuan rumah.

Selain dua tradisi di atas, ada tradisi bernama manyiriah rokok (memberikan rokok) kepada ahli waris oleh para pelayat. Kegiatan ini sebelumnya adalah akhir dari prosesi bakayu. Namun karena bakayu sudah jarang dilakukan, maka manyiriah rokok sudah cukup mewakili tradisi bakayu dan mangampiang.

Sumber referensi:

Kompas.com (2020) “Mengenal Ampiang Dadiah, Makanan Minang yang Dicari Gordon Ramsay” dikutip dari https://www.kompas.com/food/read/2020/07/29/140300775/mengenal-ampiang-dadiah-makanan-minang-yang-dicari-gordon-ramsay?page=all#:~:text=Ampiang%20adalah%20beras%20ketan%20yang,di%20Jorong%20Ladang%20Laweh%20sekitarnya pada 28 Februari 2022

Suluah.id (2022) “Mengulas Tradisi Bakayu dan Mangampiang” dikutip dari https://www.suluah.id/2022/02/mengulas-tradisi-bakayu-dan-mangampiang.html pada 28 Februari 2022

Pesona Desa Tomok, Sentra Cinderamata dan Budaya Batak Toba di Sumatera Utara

By Ensiklopedia DesaNo Comments

Bagi kamu yang pernah berkunjung ke Pulau Samosir, pasti tidak asing lagi dengan desa yang satu ini. Ya, Desa Tomok. Desa Tomok merupakan salah satu desa kunjungan wisata yang terletak di Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara. Desa yang berada di tepian Danau Toba ini cukup memanjakan mata dengan keindahan birunya air Danau Toba secara langsung. Akan tetapi, akses perjalanan menuju Desa Tomok masih terbatas yaitu hanya dapat diakses menggunakan kapal yang berangkat dari Pelabuhan Ajibata menuju Tomok.

Read More

MENGENAL WARNA-WARNI KAMPUNG TOPENG MALANG

By Berita Terkini, Ensiklopedia DesaNo Comments

Kampung-kampung tematik yang indah tersebar di beberapa sudut Kota Malang kini telah menjadi wajah baru bagi kota yang kerap dijuluki sebagai kota bunga itu. Masing-masing kampung wisata memiliki keunikan dan daya tariknya tersendiri, disesuaikan dengan potensi masyarakat yang ada di sana. Pembangunan kampung wisata tidak hanya semata-mata dilaksanakan untuk mendongkrak jumlah wisatawan saja, tetapi juga dilaksanakan sebagai upaya meningkatkan kompetensi masyarakat.

Read More

300 Tahun Mempertahankan Tradisi Bikin Parang, Desa Talwa, Ulet Atau Konservatif?

By Berita Terkini, Ensiklopedia DesaNo Comments

Tau Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak? Tidak? Lemah. Hehe canda lemah. Sering tuh muncul di media sosial-ku tren sound TikTok yang ini. Oke, back to topic, kalian tau NTB kan yaa? Atau cuma pernah dengar aja? Biasanya kalau dengar NTB orang-orang langsung membayangkan pulau Lombok dengan wisata Gili Terawangan yang eksotis, destinasi para turis asing, atau Mandalika yang bakal jadi tempat sirkuit balap MotoGP tahun 2022. Tapi, NTB tidak hanya punya satu pulau, lho. Tahu tidak kalau ke timur lagi ada satu pulau yang masih termasuk dalam Provinsi Nusa Tenggara Barat. Yap, Pulau Sumbawa dan Bima. Nah, di sebuah tempat di Pulau Sumbawa konon ada desa bernama Talwa. Tidak, aku tidak mencoba untuk mengubah genre ini menjadi horor 😀

Oke, lanjut. Seperti judulnya, desa Talwa ini dikenal sebagai desa yang sudah mempertahankan tradisi pembuatan parang secara tradisional kurang lebih sekitar 300 tahun. Desa Talwa merupakan dusun pandai besi, atau bahasa kerennya blacksmith. Menurut artikel yang aku baca dari website resmi Pemerintah Kabupaten Sumbawa, wisatawan bahkan menjuluki desa Talwa ini dengan sebutan “Blingin Jerman”. Produk-produk yang dihasilkan dari desa ini antara lain parang khas Sumbawa, pisau, cangkul, tembilang dan lain sebagainya.

Desa yang berjarak 14 km dari kota Sumbawa ini digadang-gadang memiliki parang yang berkualitas sangat baik. Parang Sumbawa bahkan sudah diekspor ke pulau Jawa dan Bali. Poin yang membuat parang ini sangat diminati oleh masyarakat adalah kualitas dan desainnya yang unik. Menurut sejarah kepercayaan masyarakat Sumbawa sih, pada masa pemerintahan Sultan Jalaludin III (1883-1931), Talwa sudah dijadikan sebagai desa sentra pandai besi utama di Tana’ Samawa (Tanah Sumbawa). Keterampilan yang dimiliki oleh para pengrajin besi sekarang ini diklaim merupakan warisan secara turun temurun oleh generasi sebelumnya yang tetap dilestarikan hingga saat ini. Itulah kenapa kualitas dari produk-produknya sangat bagus, terutama parangnya.

Adapun parangnya, masyarakat dusun Talwa masih mempertahankan kualitas dan tampilan parang Sumbawa. Sebab parang masih dibuat menggunakan teknik tradisional, kualitas besinya sangat baik hingga digemari banyak orang. Parangnya dapat diandalkan untuk pekerjaan seperti merimbas semak dan tumbuhan liar, sekadar memotong ranting-ranting liar ataupun menyingkirkan gangguan di jalan. Tidak dianjurkan buat kerjaan berat sih, karena parang ini memang didesain ringan, ramping dan efisien.

Untuk ciri khas dan keunikan kedua dari parang Sumbawa ada pada sarung dan gagang parangnya nih. Sarung dan gagang parang terbuat dari kayu kelicung yang juga merupakan ikon flora provinsi NTB loh. Bukan tanpa alasan memilih kayu kelicung sebagai bahan untuk sarung dan gagang parang Sumbawa. Pohon kelicung banyak tumbuh di pulau Lombok dan Sumbawa. Namun, akibat penebangan liar, pohon ini hampir punah. Kualitas kayu kelicung juga bukan main. Kayu pohon kelicung sangat kuat dan memiliki pola serat yang indah, menampilkan warna yang eksotis. Hal ini yang bikin kayu kelicung mahal, dan parang Sumbawa pun jadi mahal. Sarung dan gagang parang Sumbawa juga tidak asal bikin. Gagang dan sarungnya diukir dengan gambar dan bentuk ukiran yang indah dan kental dengan estetika budaya khas Sumbawa.

Ukiran pada ujung gagang dan sarung parang Sumbaawa

Sampai sekarang, dusun Talwa yang bertempat di Desa Leseng Kecamatan Moyo Hulu Kabupaten Sumbawa ini masih tetap melestarikan tradisinya. Selain Talwa, ada sebuah dusun yang juga dikenal sebagai desa pandai besi karena sebagian besar masyarakatnya juga menekuni aktivitas ini sebagai mata pencaharian. Dusun Batu Alang yang dikatakan bahwa sebagian besar penduduknya merupakan pindahan dari Talwa. Desa ini terletak tidak jauh dari Talwa dan hanya menempuh sekitar 15 menit atau lebih dari kota Sumbawa Besar. Meskipun di beberapa sumber ada yang mengatakan bahwa Batu Alang adalah lokasi asli sentra pandai besi sejak zaman kesultanan Sumbawa, namun kedua daerah tersebut sama-sama menghasilkan produk-produk yang berkualitas tinggi.

Dikutip dari berbagai sumber.

Desa Kanekes, Desa Suku Baduy Penjaga Keselarasan Tradisi dan Alam

By Ensiklopedia DesaOne Comment

Suku Baduy merupakan suku asli dari Provinsi Banten, tepatnya di kaki pegunungan Kendeng di Desa Kanekes, Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Pemukiman suku Baduy berjarak sekitar 40 km dari Rangkasbitung, pusat kota di Lebak, Banten. Orang Baduy menyebut diri mereka yaitu Urang Kanekes atau Orang Kanekes. Kata “Baduy” berasal dari peneliti belanda yang mengacu pada nama kelompok Arab Badawi yang gemar berpindah-pindah.

Read More

Tradisi Unik: Tidak Dikubur dan Tidak Berbau Busuk, Jenazah di Desa Trunyan Hanya Diletakkan Begitu Saja

By Berita Terkini, Ensiklopedia DesaNo Comments

Di kancah nasional maupun internasional, Bali tidak hanya dikenal sebagai pulau yang sangat indah, tapi juga sebagai tempat wisata. Selain keindahannya yang mempesona, keanekaragaman budaya di Pulau Dewata ini dapat membuat wisatawan terkagum-kagum. Salah satu daya tarik yang ada di Pulau Seribu Pura ini adalah Desa Trunyan yang terletak di daerah terpencil Bali, tepatnya di sebelah timur Tepi Danau Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali. Desa Trunyan mungkin sudah tidak asing di telinga para pembaca sekalian. Akan tetapi, sekedar untuk me-refresh ulang ingatan yang agak luntur, mari simak seluk beluk Desa Trunyan berikut ini. Desa Trunyan adalah salah satu desa tertua yang ada di Bali. Diperkirakan jarak dari Denpasar menuju ke Kecamatan Kintamani ± 66.8 KM dengan waktu tempuh sekitar 1 jam 56 menit.

Read More