Skip to main content
Category

Ensiklopedia Desa

Dedikasi dari Kota untuk Desa, Kisah Mas Tani Farm Seorang Inisiator Pertanian di Desa Siraman, Gunungkidul

By Artikel, Ensiklopedia Desa, Pemberdayaan Kepemudaan

Desamind.id – Mas Tani Farm panggilan yang begitu familiar di kalangan masyarakat desa Siraman, merupakan panggilan dari Fahid Nurarrosyid. Beliau merupakan seorang anak muda dari Desa Siraman, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul yang memiliki dedikasi tinggi pada bidang pertanian.

Kisah Fahid dimulai pada tahun 2018, ia menyelesaikan studinya pada jenjang SMK, setelah menyelesaikan pendidikannya Fahid memutuskan untuk merantau sebagai seorang pekerja di PT. Denso Indonesia dengan posisi sebagai Quality Control di kota Bekasi. Selama masa bekerja, Fahid merasakan kegelisahan karena faktor internal yang menyebabkan ia memikirkan kondisi pertanian yang kurang dalam manajemen dan pemasaran pertanian di desanya, ia juga merasakan kejenuhan karena kondisi yang jauh dari orang tua di perantauan.

Fahid merasa sudah cukup bekerja sebagai pegawai pada perusahaan di kota, dengan berbekal ilmu dan pengalaman yang didapatkannya dalam bidang Industri diharapkan nantinya mampu untuk bisa memberi kemanfaatan dalam memberikan dedikasi untuk desanya. Faktor eksternal juga mempengaruhi perasaan Fahid. Banyaknya pemuda di desanya yang merantau ke kota, kurangnya inisiator yang menjadi penggerak di desanya.

Merasa gelisah melihat permasalahan pertanian serta kondisi orang tua di desa. Fahid akhirnya memutuskan untuk resign dari pekerjaannya, setelah sebelumnya bekerja di kota dalam rentang waktu satu tahun.

Keputusan Fahid untuk kembali ke desa tidak berbuah sia-sia. Dalam usahanya memajukan pertanian di desanya, Fahid memikirkan ide untuk dapat merealisasikan harapannya sebagai orang yang peduli terhadap kondisi desa. Ia berinisiatif untuk memberdayakan pertanian yang ada di desanya, dengan melihat potensi besar dalam segi lahan, dan juga sumber daya alam yang terdapat di desanya.

Meskipun Fahid belum memiliki pengetahuan yang luas tentang pertanian, ia berusaha terus mempelajari ilmu dan juga praktek pertanian dengan melakukannya sendiri secara otodidak dan bertanya kepada akademisi yang ahli dalam bidang pertanian. Namun, walau sudah berusaha keras untuk menggagas pertaniaan ini, Fahid masih perlu dorongan yang lebih besar untuk merealisasikannya. Hal ini disebabkan karena sedikitnya orang yang berminat untuk terjun dalam memajukan pertaniaan di desanya.

Melihat kekurangan yang ada, tak membuat Fahid berhenti untuk mewujudkan mimpi besarnya. Fahid terus berusaha mengembangkan pertanian dengan merangkul para pemuda di desanya serta para akademisi dalam untuk saling bahu-membahu dan berkolaborasi dengan suatu lembaga atau komunitas di bidang pertaniaan. Hingga terbentuklah sinergi yang mempunyai andil besar dalam kemajuan pertanian di Desa Siraman.

Melalui terjalinnya sinergi yang terbentuk tersebut, hasilnya mampu memberikan pemberdayaan berupa ilmu dan praktek kepada para anggotanya dimulai dari basic tentang pertanian dalam merealisasikan kegiatan pertanian di desanya. Diawali dengan menanam sayur, yang kemudian hasil panennya dibagikan ke tetangganya hingga sampai tahap penjualan sayuran secara meluas dari hasil panen tanamannya.

Melihat hasil panen tanaman yang didapatkan dari pertaniannya. Fahid bersama rekan-rekannya menanam tanaman melon, sebelum mereka menanam tambahan tanaman yang lainnya. Dari tanaman melon inilah masyarakat mengenal Fahid secara familiar dan menyebutnya dengan sebutan “Mas Tani”.

Dari proses panjang pemberdayaan pertanian yang dijalankan Fahid sebagai petani. Fahid juga merasakan kendala selama memperjuangkan konsistensinya bagi pertaniaan di desanya. Kendala yang dirasakannya meliputi: kendala mental, tekanan dari lingkungan sekitar, industrialisasi yang kurang terkoordinir, dan kendala lainnya.

Permasalahan yang dihadapi selama berdedikasi sebagai seorang petani muda tak membuat Fahid lengah. Hal tersebut membuktikan peran nyatanya sebagai seorang petani yang mampu berprestasi. Fahid berkesempatan mendapatkan penghargaan pada Pekan Nasional (PENNAS) bidang pertanian hari Sabtu (15/06/2023) dalam bidang pertanian dengan karyanya Sistem Pertanian Creative Farming “Budidaya Hortikultura berkelanjutan dan Ramah Lingkungan” dari tanaman melon, yang diberikan dalam PENNAS di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat.

Dengan adanya prestasi yang didapatkan Fahid dan perjalannya dalam memajukan pertanian di desanya, harapannya dapat memotivasi para generasi muda untuk selalu peduli terhadap pertanian di desa. Selain itu, generasi muda mampu menjadi Agent of Change dan memberikan dampak yang luas bagi lingkungan masyarakat di desa.

Penulis: Arief Rahman Husein

Editor: Syifa Adiba dan Putri Aulia Pasa

Agroedutourism, Pengalaman Berwisata dan Belajar Bersama di Kampung Lele Boyolali

By Artikel, Ensiklopedia Desa

(18/2) Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali merupakan desa yang terletak di Provinsi Jawa Tengah dan terkenal sebagai pusat budidaya ikan lele Boyolali. Pengunjung dapat berwisata sekaligus belajar tentang budidaya ikan lele, mulai dari proses pembibitan lele, pemberian pakan lele, dan proses panen ikan lele. Bahkan, jika datang pada waktu panen lele, pengunjung juga dapat mengikuti proses panen secara langsung.

Kampung budidaya lele Desa Tegalrejo dikelola oleh dua kelompok petani, yaitu Kelompok Bangun Mina Sejahtera dan Kelompok Karya Mina Utama. Setiap bulannya, pembudidaya dapat melakukan panen lele sebanyak 600 ton dengan harga jual rata-rata Rp17.500-17.900/kilogram dengan area pemasaran Solo dan Yogyakarta.

Kampung lele adalah sebutan untuk Desa Tegalrejo karena sebagian besar penduduk berprofesi sebagai pembudidaya lele. Awal mula kampung lele diprakarsai oleh tiga orang petani Desa Tegalrejo yaitu Sugiarno, Sugiardi, dan Darsino pada tahun 1990 bermula dari pekarangan rumah yang dijadikan sebagai usaha pembesaran budidaya lele. Usaha lele digunakan sebagai usaha sampingan dari usaha pokok bercocok tanam padi dan palawija. Masyarakat Desa Tegalrejo menganggap usaha pembesaran budidaya lele tidak menguntungkan dan berisiko tinggi, tetapi Sugiarno, Sugiardi dan Darsino tetap menjalankan dan lebih berusaha untuk mengembangkan.

Tahun 1993 masyarakat Tegalrejo mulai mengikuti jejak Sugiarno, Sugiardi dan Darsino untuk membudidayakan lele. Berkembangnya usaha pembesaran lele maka terbentuklah kelompok usaha budidaya lele yang berjumlah 16 orang dan kelompok tersebut bernama Bangkit Bangun Kelompok Ikan Tegalrejo.

Tahun 1998, usaha semakin berkembang, semakin luas kolam usaha budidaya lele dan jumlah anggota kelompok semakin banyak yang bergabung yaitu berjumlah 70 orang. Bertambahnya jumlah anggota kelompok, Darsino membuat struktur kelembagaan agar terkoordinir dengan baik. Darsino dan anggota masyarakat yang lain mengubah nama kelompok menjadi Karya Mina Utama, dimana karya berarti bekerja, mina berarti ikan dan utama adalah pokok.

Keberhasilan ketiga orang tani tersebut menciptakan minat besar masyarakat di Desa Tegalreo untuk menggeluti usaha budidaya lele tersebut. Budidaya pembesaran lele dianggap lebih menguntungkan untuk mencukupi kebutuhan hidup jika dibandingkan dengan bercocok tanam.

Dikutip dari saluran YouTube Jagat Renjana (31/12/2022), Sriyono yang merupakan Ketua Kelompok Bangun Mina Sejahtera menegaskan hal tersebut sudah terjadi sejak lama. “Awalnya hanya mencoba, dibuat kolam untuk pagar agar padi tidak dimakan ayam. Tapi ketika dilihat hasilnya lebih banyak dan terjamin dari budidaya ikan lele, terus akhirnya ada lagi yang mengembangkan. Dan kini sudah hampir tak ada petani padi karena semua telah beralih menjadi petani lele.” tutur Sriyono.

Sebagai salah satu produk budidaya, produksi lele di Desa Tegalrejo tidak hanya dijual dalam bentuk ikan segar saja. Pengunjung juga dapat menikmati hasil olahan ikan lele, seperti keripik sirip lele, keripik daging lele, abon lele, dan rambak lele. Biasanya, pengunjung akan membeli olahan ikan lele tersebut untuk dibawa pulang atau oleh-oleh. Hasil olahan ikan lele tersebut saat ini telah merambah hingga ke luar daerah Boyolali seperti Batam, Semarang, dan Kalimantan.

Akses untuk menuju ke Kampung Lele Boyolali ini juga sangat mudah, hanya berjarak sekitar 20 km dari pusat Kota Boyolali. Jika masih bingung, pengunjung bisa bertanya kepada masyarakat sekitar lokasi Desa Tegalrejo, Mangkubumen. Sebagian besar penduduk Boyolali pasti dapat menunjukkan rute ke tempat budidaya ikan lele terbesar tersebut.

Penulis: Khoirudin Nur Wahid

Editor: Syifa Adiba, Putri Aulia Pasa dan Muhammad Ertam Hidayat

Melihat Potensi Desa melalui Komoditas Tanaman Sawi di Kampung Cipetir, Desa Sukamaju

By Artikel, Ensiklopedia Desa

Menurut Firman Hidranto (2021) dalam tulisannya di Portal Informasi Indonesia*, pertanian merupakan sektor terbesar yang berpengaruh bagi kehidupan warga negara Indonesia. Sebagai negara agraris, banyak sekali warga negara yang berprofesi sebagai petani. Hal ini juga disebutkan oleh Kepala Badan Statistik (BPS), Kecuk Suhariyanto yang mengimplikasikan bahwa terdapat setidaknya 30% tenaga kerja Indonesia bekerja pada sektor pertanian.

Salah satu wilayah yang menggantungkan kehidupan perekonomiannya melalui pertanian adalah Kampung Cipetir, Desa Sukamaju, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Kampung Cipetir merupakan kampung yang berjarak sekitar 9,1 km dari Kota Sukabumi. Dengan lokasi yang tidak jauh dari pusat kota, kampung ini memiliki akses transportasi umum berupa angkot. Memiliki ketinggian kurang lebih 700 dpl, sehingga banyak warganya berprofesi sebagai petani sayuran, diantaranya tanaman sayuran sawi dan daun bawang.

Komoditas utama yang menjadi tumpuan utama di kampung ini adalah tanaman sawi. Tanaman sawi menjadi komoditas utama di Kampung Cipetir karena sawi merupakan komoditas sayuran yang masuk kedalam jenis tanaman sayuran jangka pendek, dimana sayuran dapat dipanen dengan waktu yang relatif singkat dan permodalan tanaman yang dikatakan cukup efisien. Berdasarakan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia**, pada tahun 2021 provinsi Jawa Barat menjadi provinsi pemasok tanaman sayuran sawi terbesar di Indonesia, yakni sebesar 188.944,00 ton, dari total sawi di Indonesia sebesar 727 467,00 ton.

Sedangkan untuk hasil panen sayuran sawi menurut Bapak Pepen Supendi sebagai petani dan pengepul sayuran sawi mengatakan, satu petak kebun sekitar 600 m rata-rata di Kampung Cipetir biasanya menghasilkan panen sawi sekitar 700 kg sampai 1 ton per panennya.

Para Petani Sawi sedang memanen sawi di Kampung Cipetir

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Bapak Pepen Supendi terhadap tanaman sayuran sawi di Kampung Cipetir, diperlukan waktu selama satu bulan mulai dari menanam bibit sawi sampai tanaman siap panen. Apabila ditanam mulai dari bibit sawi sampai tahap pembibitan dan berlanjut sampai pada masa panen, diperlukan waktu kurang lebih satu bulan 20 hari.

Sementara itu, hasil dari panen sawi biasanya dialokasilkan ke luar daerah, seperti Jakarta dan Kota Bogor atau daerah sekitarnya melalui pengepul yang ada di kampung, atau biasanya warga menjualnya ke pasar terdekat, seperti Pasar Cisaat misalnya. Selain dijual ke pengepul, sawi juga dikonsumsi pribadi atau dijual kepada warga yang sudah memesan sebelumnya. Biasanya, sawi digunakan sebagai campuran makanan bakso, mie ayam atau masakan lainnya.

Uniknya kembang sawi berwarna kuning yang masih muda pada sayuran Sawi dimasak oleh warga di Kampung Cipetir karena memiliki cita rasa yang enak dan manis.

Informasi dari konsumen sawi yaitu sawi di Kabupaten Sukabumi, salah satunya Desa Cipetir memiliki ciri khas rasa yang terbilang lebih manis dan gurih dibandingkan dengan sawi yang terdapat di daerah lainnya.

Hasil panen sawi biasanya dibandrol dengan harga Rp 2.000/kg. Namun, apabila harga sawi sedang murah, sawi bisa hanya berharga Rp 200/kg. Hal ini tergantung dengan kebutuhan pesanan dan keadaan pasar saat itu. Apabila bulan Ramadhan, harga sawi bisa mencapai pada harga Rp 5.000/kg, pasalnya kenaikan ini disebabkan karena mengikuti kenaikan harga barang-barang komoditas lainnya.

Maka dapat diketahui bahwa Kampung Cipetir merupakan kontributor tanaman sayuran sawi, yang memiliki kualitas baik dengan ciri khas rasa yang tidak didapati pada sawi yang lainnya, sebagai distributor sayuran sawi unggulan serta memiliki pengelolaan pertanian yang efisien dan ekonomis bagi warga yang ada di kampung Cipetir, Desa Sukamaju, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi.

Penulis: Arief Rahman Husein
Editor: Syifa Adiba dan Putri Aulia Pasa

4 Hari di Atas Lautan, Tim Desamind Sampai di Tempat Pengabdian “Projek Babar Kalesang” PFMuda

By Berita Terkini, Ensiklopedia Desa, Pemberdayaan Kepemudaan, Press Release

Disparitas informasi dan teknologi menjadi gap terbesar inovasi dan kemajuan bagi wilayah-wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal di Indonesia. Hingga saat ini, Indonesia masih memiliki banyak pulau terluar yang tidak mendapatkan akses yang sama dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Padahal, potensi manusia untuk tumbuh berkembang menjadi masyarakat sejahtera cukup besar, namun mereka dibatasi akses. Salah satu daerah 3T di Indonesia yang hingga kini hanya memiliki akses listrik dan internet terbatas adalah adalah Pulau-pulau Babar yang terletak di ujung selatan Indonesia yang berbatasan dengan Autralia dan Timor-Timur. Tidak adanya listrik yang mencukupi, menjadikan pulau-pulau Babar yang juga merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Maluku Barat Daya di tahun 2008 memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPB) rendah. Tidak hanya itu, daerah ini juga menduduki rangking terakhir IPM dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Maluku dari tingkat (BPS, 2020).

Desamind Indonesia melalui keikutsertaanya dalam kompetisi Projek Sosial PFmuda pertamina, ambil bagian dalam upaya meminimalisasi gap disparitas informasi dan teknologi yang terjadi. Melalui projek bertajuk Babar Kalesang: Laboratorium Low-Tech Environment Pulau-Pulau Babar, nama Babar Kalesang yang diambil dari nama daerahnya “Babar” dan “Kalesang” yang berarti mengayomi/peduli dalam bahasa Maluku. Desamind Indonesia berkolaborasi dengan Bebras Indonesia Biro UMS, Pendidikan Teknik Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta (PTI UMS) serta Lembaga Pendidikan yang ada di Desa Tepa melakukan kegiatan dan pelatihan guna mendorong peningkatan wawasan, kapasitas, dan kapabilitas masyarakat Pulau-Pulau Babar dalam bidang akses informasi Pendidikan dan Teknologi.

Bersama Anak-Anak di Babar Timur

Laboratorium Low-Tech Environment merupakan sebuah komitmen untuk memanfaatkan teknologi informasi yang dapat digunakan dalam kondisi rendah teknologi, SMK Negeri 3 Maluku Barat Daya dan SMA Negeri 5 Maluku Barat Daya yang berlokasi di Desa Tepa, Pulau-Pulau Babar dipilih menjadi pilot projek pelaksanaan program ini. Perjalanan Panjang ditempuh selama 6 hari dan 4 hari ditempuh dengan kapal. Kondisi cuaca yang cukup buruk mengakibatkan kapal-kapal lain tidak dapat berlayar. Sabtu, 17 Juli 2022 pukul 12.30 WIT setelah 4 hari melewati cuaca buruk diperjalanan di atas Laut Banda, rombongan baru dapat menepi dengan penjemputan dari pihak kedua sekolah (SMA N 5 dan SMK N 3 MBD). Kegiatan dimulai pada hari Minggu, 18 Juli 2022 dengan melakukan kordinasi lintas sectoral mulai dari sekolah, kepala desa, pengawas sekolah hingga masyarakat umum. Kegiatan penguatan Laboratorium LTE di Desa Tepa mulai berlangsung dari tanggal 18 – 22 Juli 2022 dengan melibatkan tiga komunitas/instansi sebagai peserta kegiatan yaitu anak-anak usia SD-SMP di Desa Tepa, Siswa-Siswi dan guru-guru di SMA Negeri 5 Maluku Barat Daya dan SMK Negeri 3 Maluku Barat Daya. Total peserta yang terlibat dalam Projek ini sekitar 250 peserta (angka yang besar untuk sebuah projek di Daerah 3T). Hal ini dapat dicapai dengan adanya Kerjasama lintas sector dan instansi di Pulau-Pulau Babar.

Bersama Guru peserta Workshop Computational Thinking dan Kurikulum Merdeka

Dengan kondisi lingkungan minim teknologi, projek ini berupaya memaksimalkan teknologi informasi namun dengan penyesuaian kondisi low-tech environment. Beberapa hal yang dilakukan adalah sebelum menyerahkan perangkat teknologi yang dapat digunakan dalam kondisi Low-Tech Environment, tim melakukan pelatihan penggunaan aplikasi offline pembelajaran berbasis android, aplikasi Augmented Reality dan Virtual Reality offline yang ditanam diperangkat mobile, serta penggunaan buku-buku terintegrasi Augmented Reality yang dapat digunakan dalam kondisi tanpa internet.

Pelatihan penggunaan perangkat high tech untuk kondisi minim teknologi seperti VR Box, AR, LED Projector Portable yang mendapatkan antusiasme yang sangat tinggi dari siswa dan guru. Tim menghibahkan perangkat tersebut untuk digunakan dalam sekolah sebagai laboratorium low-tech dan dapat dinikmati di Perpustakaan di kedua Sekolah. Selain itu, tim juga melaksanakan Lilin Inspirasi bagi sekitar lebih dari 100 anak-anak usia SD-SMP di Desa Tepa dengan berbagai game yang mengimplementasikan computational thinking metode CS unplugged. CS Unplugged menjadi inovasi yang sangat cocok bagi daerah tanpa teknologi. Kegiatan penguatan Laboratorium LTE juga diberikan dengan memberikan kegiatan parallel bagi siswa dan guru berupa seminar Pendidikan, Seminar Literasi Teknologi, Pengenalan Perangkat Teknologi serta game untuk Siswa-siswa SMA N 5 Maluku Barat Daya dan SMK N 3 Maluku Barat. Hari selanjutnya diisi dengan kegiatan Bersama keluarga SMA N 5 dan SMK N 3 MBD di Kilo 3 dengan mengenal dan menari tradisional khas maluku Bersama dan berolahraga Bersama sembari menikmati pantai.

Pelatihan penggunaan Perangkat Laboratorium LTE

Workshop Computational Thinking dan Sosialisasi Kuirkulum Merdeka juga kepada bapak/ibu guru SMA N 5 dan SMK N 3 Maluku Barat Daya. Pendampingan bagi Siswa dalam belajar Computational Thinking dan persiapan pengikuti tantangan Bebras Indonesia juga diberikan. Selain itu, guru dari kedua sekolah juga diberikan pendampingan dalam pembuatan bahan ajar CT infused. Kegiatan yang dilaksanakan selama empat hari yang dimulai dari kordinasi langsung ini mendapat sambutan yang luar biasa karena mereka sangat jarang sekali mendapatkan kesempatan pelatihan dan kegiatan menginspirasi seperti ini. Peserta pelatihan berharap kegiatan ini bisa terus berlanjut dikemudian hari dan wilayah-wilayah terluar Indonesia semakin mendapatkan perhatian serta laboratorium Low-Tech Environment ini dapat menjadi awal yang baik untuk mengurangi disparitas informasi yang ada.

Bersama para siswa SMA N 5 dan SMK 3 Maluku Barat Daya setelah kegiatan Seminar dan Workshop

Selain itu, salah satu luaran yang diharapkan adalah sekolah dan desa dapat teraliri internet dengan baik. Dari survey broadband yang dilakukan oleh tim, SMK N 3 MBD mengalami gangguan dalam akses internet dan menghambat berbagai pelaksanaan kegiatan dan akses informasi. Tim Desamind kemudian berkordinasi dengan Kominfo dalam program BAKTI – Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi, dan sekarang sekolah tersebut sudah dapat terhubung dengan Internet Satelit.

Berikut para relawan yang tergabung dalam Projek Sosial Babar Kalesang:

  1. Hardika Dwi Hermawan (Ketua)
  2. Irma Yuliana (Anggota)
  3. Zakky Muhammad Noor (Anggota)
  4. Julianti Madiuw (Anggota)
  5. Rahmat Syawaludin (Anggota)
  6. Nur Kholifah Putri Taufani (Anggota)
  7. Sevia Anggraeni (Anggota)
  8. Muhammad Ertam Hidayat (Anggota)
  9. Arlin Erlianti (Anggota)
  10. Indah Choirun Nisya (Anggota)
  11. Muhammad Luqman Naufal (Anggota)
  12. Khoirudin Nur Wahid (Anggota)

Buletin Desamind No. 2 Vol. 2 Juli 2022

By Berita Terkini, Buletin, Ensiklopedia Desa

Buletin Desamind No. 2 Vol. 2 merupakan buletin ke-3 yang diterbitkan Desamind dengan mengangkat tema “Sinergi Desamind Mendorong Kepemimpinan Kontributif Anak Muda bagi Desa dan Pendidikan di Indonesia”. Buletin ini mengangkat isu-isu dan perjalanan perjuangan anak muda Indonesia di Keluarga Besar Desamind dalam hal mendorong kepemimpinan yang kontributif dalam mendorong Pendidikan, mulai dari kegiatan yang dilaksanakan oleh Desamind, kolaborasi lintas sektoral yang dilaksanakan di Jawa, Sumatera, dan beberapa kota lainnya, hingga perjuangan pengabdian di daerah 3T Indonesia.

Semoga Buletin Desamind ini menjadi pematik semangat dan prasasti perjuangan rekan-rekan semua. Selamat membaca.

KLIK TAMPILAN DI BAWAH UNTUK MENGAKSES FULL!

Suku Anak Dalam

Menilik Suku Anak Dalam

By Berita Terkini, Ensiklopedia Desa

Apa yang dipikirkan pertama kali ketika mendengar Suku Anak Dalam? Tentunya banyak sekali perspektif dari berbagai sudut pandang. Jadi, Suku Kubu atau juga dikenal dengan Suku Anak Dalam / Orang Rimba adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatra, tepatnya di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Mayoritas dari mereka hidup di Provinsi Jambi, dengan perkiraan jumlah populasi sekitar 200.000 orang. 

Read More

Tradisi Kematian di Batipuh, Tempat Proses Syuting Film Fenomenal “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”

By Berita Terkini, Ensiklopedia Desa
foto dari infosumbar.net

Siapa yang tidak tahu Film karya Buya Hamka yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”? Sepertinya film ini cukup dikenal oleh orang Indonesia. Pada tahun perilisannya di 2013, film ini menjadi fenomena di kalangan masyarakat. Banyak sekali masyarakat dari kalangan pemuda-pemudi yang menggemari film bernuansa etnik tersebut.

Penulis sendiri, saat film ini dirilis, langsung menjadi bahan perbincangan di kalangan teman-teman sekolah. Tidak sedikit orang yang memparodikan adegan romantis dan iconic dari film ini. Adapun proses pembuatan film ini tidaklah instan. Latar tempat perekaman scene epik dalam film ini dilakukan di berbagai tempat di Indonesia. Sebut saja, Padang, Surabaya, Lombok dan Jakarta.

Kali ini penulis akan mengulas salah satu daerah yang menjadi tempat syuting film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” yaitu di Batipuh. Jika kalian ingat adegan ketika tokoh Zainuddin menuntut ilmu di sebuah surau (masjid), nah surau tersebut adalah Surau Lubuak Bauk yang terletak di Jorong Lubuak Bauk, Nagari Batipuah Baruah, Kecamatan Batipuah, Tanah Datar, provinsi Sumatera Barat.

Ada sebuah tradisi yang masih dipertahankan oleh penduduk Nagari Batipuah/Batipuh sampai sekarang, yaitu Bakayu dan Mangampiang. Bakayu dan Mangampiang adalah tradisi kematian suku Minangkabau. Kegiatan ini dilakukan sehari pasca seseorang meninggal dunia.

sumber: mesintiktangan.blogspot.com

Bakayu adalah tradisi yang biasa dilakukan oleh pelayat laki-laki yang tidak bergelar Datuak. Para pelayat laki-laki ini akan menuju hutan untuk mencari kayu dengan membawa kapak masing-masing. Ini bertujuan untuk meringankan pekerjaan tuan rumah. Kayu-kayu yang didapatkan lalu diapiang (dibelah) di depan rumah duka. Nantinya, kayu-kayu tersebut digunakan untuk memasak hidangan memperingati tiga hari, tujuh hari, hingga empat puluh hari kematian.

Adapun mangampiang adalah tradisi yang dilakukan oleh pelayat perempuan. Waktu mangampiang dilakukan bersamaan dengan bakayu. Ibu-ibu akan datang ke rumah duka sambil membawa beras. Seperti bakayu, tujuan membawa beras oleh ibu-ibu ialah untuk meringankan tuan rumah yang sedang berduka dan sebagai tanda belasungkawa. Selanjutnya ibu-ibu akan menumbuk beras ampiang menggunakan lesung secara bersama-sama yang nantinya beras ini akan diberikan kepada anak-anak sekitar untuk dimakan oleh mereka.

Jika ada yang bertanya, apa itu beras ampiang. Sepertinya cukup menggerakkan jari di pencarian Google, kalian akan mendapatkan jawabannya. Tetapi, penulis akan berbaik hati memberi tahu. Menurut tulisan pada laman Kompas.com, ampiang adalah beras ketan yang ditumbuk pipih. Ampiang merupakan makanan khas rumahan penduduk Batipuh Baruah, Kecamatan Batipuh, Tanah Datar, khususnya daerah Jorong Ladang Laweh dan sekitarnya.

Kembali kepada tradisi Bakayu dan Mangampiang, seiring perkembangan zaman dan teknologi, tradisi ini hampir tidak lagi digunakan. Mengingat sekarang masyarakat memasak tidak lagi menggunakan kayu melainkan kompor gas. Oleh karena itu, bakayu hanya dapat dilakukan di beberapa rumah duka yang masih memasak menggunakan kayu. Sedangkan di beberapa daerah, bakayu digantikan dengan para pelayat laki-laki duduk di atas terpal yang digelar oleh tuan rumah.

Selain dua tradisi di atas, ada tradisi bernama manyiriah rokok (memberikan rokok) kepada ahli waris oleh para pelayat. Kegiatan ini sebelumnya adalah akhir dari prosesi bakayu. Namun karena bakayu sudah jarang dilakukan, maka manyiriah rokok sudah cukup mewakili tradisi bakayu dan mangampiang.

Sumber referensi:

Kompas.com (2020) “Mengenal Ampiang Dadiah, Makanan Minang yang Dicari Gordon Ramsay” dikutip dari https://www.kompas.com/food/read/2020/07/29/140300775/mengenal-ampiang-dadiah-makanan-minang-yang-dicari-gordon-ramsay?page=all#:~:text=Ampiang%20adalah%20beras%20ketan%20yang,di%20Jorong%20Ladang%20Laweh%20sekitarnya pada 28 Februari 2022

Suluah.id (2022) “Mengulas Tradisi Bakayu dan Mangampiang” dikutip dari https://www.suluah.id/2022/02/mengulas-tradisi-bakayu-dan-mangampiang.html pada 28 Februari 2022

Pesona Desa Tomok, Sentra Cinderamata dan Budaya Batak Toba di Sumatera Utara

By Ensiklopedia Desa

Bagi kamu yang pernah berkunjung ke Pulau Samosir, pasti tidak asing lagi dengan desa yang satu ini. Ya, Desa Tomok. Desa Tomok merupakan salah satu desa kunjungan wisata yang terletak di Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara. Desa yang berada di tepian Danau Toba ini cukup memanjakan mata dengan keindahan birunya air Danau Toba secara langsung. Akan tetapi, akses perjalanan menuju Desa Tomok masih terbatas yaitu hanya dapat diakses menggunakan kapal yang berangkat dari Pelabuhan Ajibata menuju Tomok.

Read More

MENGENAL WARNA-WARNI KAMPUNG TOPENG MALANG

By Berita Terkini, Ensiklopedia Desa

Kampung-kampung tematik yang indah tersebar di beberapa sudut Kota Malang kini telah menjadi wajah baru bagi kota yang kerap dijuluki sebagai kota bunga itu. Masing-masing kampung wisata memiliki keunikan dan daya tariknya tersendiri, disesuaikan dengan potensi masyarakat yang ada di sana. Pembangunan kampung wisata tidak hanya semata-mata dilaksanakan untuk mendongkrak jumlah wisatawan saja, tetapi juga dilaksanakan sebagai upaya meningkatkan kompetensi masyarakat.

Read More