Skip to main content

Purwakarta – Di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat, literasi digital menjadi kebutuhan yang mendesak, terutama bagi anak-anak yang tumbuh di tengah dunia yang serba cepat. Hal ini yang kemudian menjadi gagasan Ayyas, awardee Beasiswa Desamind 4.0, untuk menginisiasi BOCIL (Bocah Digital),  sebuah program edukasi literasi digital yang menyasar siswa sekolah dasar di wilayah pedesaan.

Program ini dilaksanakan di SDN Kadumekar, Kecamatan Babakancikao, Kabupaten Purwakarta, sebagai sekolah percontohan. BOCIL lahir dari keprihatinan Ayyas terhadap rendahnya pemahaman literasi digital di kalangan anak-anak desa. Meskipun mereka akrab dengan gawai, masih banyak yang belum memahami bagaimana menggunakan teknologi secara bijak, aman, dan produktif.

BOCIL: Membumikan Literasi Digital Lewat Kegiatan Interaktif

Selama pelaksanaannya, BOCIL menghadirkan berbagai kelas interaktif yang dirancang menyenangkan dan sesuai dengan karakter anak-anak. Materi yang diajarkan mencakup internet sehat, keamanan digital, etika daring, hingga cara mencari informasi edukatif di internet. Tak hanya itu, program ini juga memperluas wawasan anak-anak dalam penggunaan teknologi untuk penciptaan, bukan sekadar konsumsi. 

Gambar 1. Proses Pembelajaran Pengenalam Teknologi Tingkat Dasar (Arsip Desamind)

Beberapa kegiatan unggulan yang dijalankan antara lain “Serunya Ngoding”, di mana anak-anak dikenalkan dengan dasar-dasar computational thinking (CT) dan belajar menyusun program sederhana menggunakan platform seperti Scratch. Selain itu, terdapat Mini Electronics Workshop yang bekerja sama dengan HIRO MKB, menghadirkan pengenalan dasar elektronika dan mekatronika melalui praktik langsung yang menyenangkan. Meskipun tidak menjadi fokus utama, program ini juga turut memberikan pelatihan informal bagi para guru melalui sesi seremonial dan partisipatif, sebagai bentuk dukungan terhadap keberlanjutan literasi digital di lingkungan sekolah.

Program ini telah memberikan manfaat langsung kepada sekitar 150 siswa kelas 4 hingga 6 SD. Angka ini didasarkan pada rekap pelaksanaan dari kegiatan yang tercantum dalam laporan monitoring dan evaluasi (monev). Dukungan dari pihak sekolah dan komunitas lokal juga menjadi faktor penting dalam kesuksesan pelaksanaan tahap pertama ini.

Gambar 2. Antusiasme Siswa Mengerjakan Soal Kuis Online

BOCIL tidak hanya berhenti di ruang kelas. Untuk memperluas jangkauan edukasi dan meningkatkan keberlanjutan, Ayyas juga mengelola akun Instagram @bocahdigital sebagai media berbagi informasi, dokumentasi kegiatan, serta tips literasi digital bagi anak-anak dan orang tua.

Menuju Masa Depan Literasi Digital yang Berkelanjutan

Terkait keberlanjutan program, Ayyas melihat potensi besar untuk melanjutkan atau mengembangkan BOCIL dalam format dan skema baru. Baik melalui kerja sama dengan komunitas, institusi pendidikan, maupun adaptasi dalam bentuk modul daring atau pelatihan untuk guru dan orang tua.

“Harapan saya, BOCIL dapat menjadi katalis untuk menginspirasi individu maupun kelompok lain agar turut menginisiasi gerakan-gerakan kolektif yang membawa manfaat nyata bagi sesama,” ujar Ayyas.

BOCIL membuktikan bahwa perubahan bisa dimulai dari langkah kecil. Dari sebuah ruang kelas di Purwakarta, ia menanamkan benih masa depan yang cakap teknologi, beretika digital, dan berpikir kritis untuk menuju ekosistem literasi digital Indonesia yang lebih inklusif dan transformatif.

Penulis: Syifa Adiba