Skip to main content

           Gambar 1 Monumen Desa Ngerangan 

Desa Ngerangan, Klaten – Menjadi pedagang angkringan merupakan hal yang biasa dijalani oleh warga Desa Ngerangan sejak lama. Sebagian besar warga Ngerangan pernah menjadi pedagang angkringan, bahkan hingga saat ini.

Menurut Sumarno, Kepala Desa Ngerangan mengatakan bahwa sekitar 600 dari 1.900 keluarga (32%) menjadikan angkringan sebagai sumber pendapatannya (Solopos.com). Pedagang angkringan dari Desa Ngerangan banyak yang merantau ke berbagai daerah, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, Aceh, Kalimantan dan wilayah lainnya. 

 Karso Djukut, salah satu warga Dukuh Sawit, Desa Ngerangan mengawali berjualan makanan dan minuman dengan membawa pikulan tumbuh ke Kota Solo. Pikulan tumbu tersebut  berganti menjadi pikulan kayu atau yang biasa disebut dengan angkring, kemudian mengalami perkembangan hingga saat ini pedangan angkringan berjualan dengan menggunakan gerobak. 

Angkringan yang memiliki ciri khas menu nasi kucing serta dilengkapi dengan cerek di atas anglo berisi bakaran arang menjadi warung makan yang makin dikenal dan meluas ke daerah-daerah lainnya. Hal tersebut, dirasa oleh warga Desa Ngerangan sebagai suatu kebanggaan, karena dianggap dapat mengenalkan dan membawa angkringan sebagai potensi yang dapat dijadikan identitas atau ikon Desa Ngerangan ke masyarakat luas, bahkan ke berbagai daerah di Indonesia.

Usaha angkringan ternyata tak hanya bertebaran di Tanah Air. Sebelum adanya pandemi Covid-19, angkringan khas Ngerangan ternyata telah menembus hingga pasaran Asia Timur. Direktur BUMDesa, Gunadi menyatakan bahwa Nasir merupakan salah seorang warga Ngerangan yang sempat membuka angkringan di Korsel. Selain di Korsel, angkringan pernah ada di Belanda, Jepang, dan Belarusia (Solopos.com).

Sebagai salah satu desa yang memiliki keunikan tersendiri sebagai cikal bakal berdirinya angkringan yang sekarang sudah populer di kalangan masyarakat, pengelolaan desa ngerangan di Daerah Bayat Klaten sebagai desa wisata harus dikembangkan lagi. Salah satu bentuk pengelolaan dari pemerintah setempat untuk mengembangkan desa ngerangan sebagai desa wisata yaitu didirikannya museum angkringan. 

Menurut Kepala Urusan Keuangan Pemerintah Desa Ngerangan, Muchsin Dwi Nugraha, museum angkringan rencananya akan dibuat menjadi lebih inovatif, menarik dan kekinian sehingga bisa menarik minat masyarakat lain untuk berkunjung. Di dalam museum disajikan replika-replika angkringan dari awal berdiri sampai sekarang.

 Replika yang ada meliputi replika terikan bambu, angkringan pikul, serta gerobak angkringan (Solopos.com). Dengan disajikannya replika-replika tersebut, harapannya masyarakat dapat mengerti bahwa desa ngerangan merupakan cikal bakal berdirinya warung angkringan serta bisa memahami sejarah dan perkembangan angkringan dari masa awal sampai sekarang.    

Museum Angkringan di Desa Ngeranga (Solopos.com)

Selain museum angkringan, pengembangan dan pengelolaan Desa Ngerangan sebagai desa wisata bisa dengan mempromosikan makanan-makanan khas angkringan ketika ada acara tertentu seperti acara pameran dan lain-lain. Kegiatan mempromosikan makanan-makanan khas angkringan pada saat ada acara besar seperti pameran diharapkan dapat memperkenalkan kebudayaan dan keunikan desa kepada masyarakat diluar desa atau mungkin luar daerah. 

Pengenalan keunikan desa dari segi budaya dan kulinernya diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat desa dengan menambah nilai jual dari produk-produk desa yang ada seperti makanannya. Pemanfaatan aplikasi untuk mengembangkan penjualan makanan bisa menjadi alternatif lain supaya perekonomian masyarakat menjadi lebih maju. 

Edukasi dan pembinaan sekolah angkringan bagi warga sekitar bisa menjadi alternatif lain untuk mengembangkan pengelolaan desa ngerangan sebagai desa wisata angkringan. Dengan adanya edukasi dan pembinaan, diharapkan warga sekitar terutama dari desa ngerangan sendiri bisa lebih mengerti akan potensi desanya serta bisa menciptakan inovasi tertentu untuk mengembangkan desa supaya lebih maju dengan keunikan yang dimilikinya. 

Penulis : Septiyani Dwi S dan Nur Anisah Ristiana

Editor : Putri Aulias Pasa dan Sanita Sitinjak