Banyuwangi – Di balik padatnya permukiman Desa Kebaman, Kecamatan Srono, Kabupaten Banyuwangi, tersimpan semangat perubahan dari seorang pemuda inspiratif: Hikmal Akbar Ibnu Sabil. Mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember ini tidak hanya menimba ilmu di kampus,tetapi juga memberikan kontribusi nyata melalui pengabdian.
Ketertarikannya terhadap isu sosial dan lingkungan tumbuh seiring dengan pendalaman ilmunya di bidang perencanaan wilayah dan kota. Alih-alih hanya fokus pada aspek teknis seperti ruang dan tata kota, Hikmal memilih untuk lebih dekat dengan realitas sosial masyarakat, mengasah empati, dan aktif turun langsung ke lapangan.

Gambar 1. Sosialisasi Program ke Masyarakat secara Door to Door (Arsip Desamind)
Perjalanan Hikmal dimulai dari sebuah unggahan tentang Beasiswa Desamind 4.0 di Instagram. Ia tertarik karena beasiswa ini menggabungkan pencapaian akademik dengan kontribusi sosial.
“Saya melihat Beasiswa Desamind mampu membantu merealisasikan apa yang saya pikirkan selama ini. Bentuk beasiswa yang berbeda dengan beasiswa yang lain dalam segi pendanaan dan pendampingannya,” ujar Hikmal.
Melalui sudut pandangnya sebagai calon perencana kota, Hikmal memandang bahwa perubahan besar bisa dimulai dari hal kecil dan dekat, yakni dari kampung halamannya sendiri. Langkah ini akhirnya diwujudkan melalui dukungan dari Beasiswa Desamind 4.0
DESATIK: Jawaban untuk Desa Kebaman
Desa Kebaman merupakan wilayah yang telah lama ditetapkan sebagai kawasan permukiman kumuh oleh pemerintah daerah berdasarkan SK Bupati No. 67 Tahun 2023. Permasalahan yang dihadapi sangat kompleks: masyarakat masih membuang sampah sembarangan, tidak memiliki sistem drainase yang layak, dan mengalami krisis air bersih saat musim kemarau.
Berangkat dari kenyataan ini, Hikmal menggagas proyek DESATIK (Desa Tanggap Iklim), sebuah inisiatif sosial-lingkungan yang bertujuan mengurangi dampak perubahan iklim mikro. Program ini dijalankan melalui pendekatan konkret seperti Bank Sampah dan Bank Air Hujan. Bank Sampah digagas sebagai sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang memungkinkan warga untuk menabung sampah rumah tangga kering (terutama anorganik seperti plastik, kertas, logam) layaknya menabung uang di bank. Sedangkan Bank Air Hujan merupakan sistem penampungan dan pemanfaatan air hujan untuk mengatasi kebutuhan air, khususnya saat musim kemarau.
“Proyek ini memiliki urgensitas tinggi karena berangkat dari permasalahan sosial di desa saya sendiri dan memiliki dampak berkepanjangan apabila tidak segera ditangani,” jelasnya.

Gambar 2. Proses Pengolahan Sampah di Bank Sampah (Arsip Desamind)
Di awal menjalani proyek ini, Hikmal mengaku kesulitan menggandeng masyarakat karena belum memiliki koneksi yang kuat, namun berkat pendekatan yang humanis dan diskusi intens, kini Desatik mampu melibatkan lebih dari 40 rumah tangga dari empat Rukun Tetangga (RT). Puluhan kilogram sampah organik dan anorganik berhasil direduksi setiap bulan. Selain itu, muncul ide inovatif lain yaitu budidaya maggot. Program yang dijalankan secara swasembada, namun tetap berkoordinasi dengan pemerintah ini mampu mengatasi permasalahan sampah sekaligus bernilai ekonomis.

Gambar 3. Penjemuran Maggot (Arsip Desamind)
Menjadi Future Leader dengan Pemahaman Akar Rumput
Menjadi Awardee Beasiswa Desamind 4.0 adalah pengalaman yang membekas bagi Hikmal. Bukan sekadar mendapatkan pendanaan secara materi, tetapi peluang untuk menjembatani antara prestasi dan pengabdian, antara lokalitas dan globalitas.
Menurut Hikmal, pencapaian terbesarnya bukan hanya pada angka, tapi pada antusiasme dan kesadaran masyarakat yang terus meningkat. Ia yakin program ini akan mendukung aktualisasi pembangunan berkelanjutan berbasis kontribusi masyarakat karena Desatik bukan sekadar proyek sesaat. Ini menjadi bukti nyata bahwa Beasiswa Desamind benar-benar memberikan pengaruh positif terhadap permasalahan yang ada di akar rumput.
“Kesan paling hebat menjadi Awardee Beasiswa Desamind adalah saya mampu berdampak dan berkontribusi untuk desa saya sendiri. Saya ingin melihat desa Kebaman bukan hanya keluar dari status kumuh, tetapi menjadi kampung percontohan yang tangguh terhadap perubahan iklim,” tutup Hikmal.
Penulis: Ahmad Zamzami
Editor: Syifa Adiba
