Minggu, 1 Agustus 2021 – Desamind sukses menyelenggarakan kegiatan Monitoring dan Evaluasi (MONEV) Awardee Beasiswa Desamind 1.0 melalui platform Zoom Meeting pada hari Minggu (1/8/2021). Kegiatan ini diselenggarakan untuk mengevaluasi hasil kinerja para awardee Beasiswa Desamind 1.0 dalam mengimplementasikan program pengabdian di desa masing-masing. Para awardee Beasiswa Desamind 1.0 yang melakukan presentasi pada kegiatan tersebut ialah Aan Munandar, Emi Triani, Aulia Syifa Ardianti, Bagas Peimandaru, dan Alfiana Eka Priyanika yang masing-masing berasal dari daerah yang berbeda-beda.
Acara dibuka oleh pemandu acara, yaitu Dewi Fajar, yang merupakan salah satu associate dari divisi Program Development Desamind. Pembukaan acara diawali dengan pembacaan susunan acara yang kemudian diikuti dengan sambutan dari Yulia Susanti sebagai penanggung jawab Beasiswa Desamind serta Evi Lestari selaku trustee Desamind. Pada kata sambutannya, Yulia Susanti memaparkan bahwa kegiatan MONEV ini tidak hanya dilaksanakan untuk mengevaluasi para awardee saja, tetapi juga sebagai bahan evaluasi serta masukan para panitia dalam menyelenggarakan Beasiswa Desamind di masa yang akan datang. Sedangkan Evi Lestari, pada kata sambutannya, banyak memberikan pengingat untuk keluarga besar Desamind, termasuk para awardee Beasiswa Desamind. “Entah dengan cara apa pun kita mengukir kebaikan, yang harus diingat hanya satu; kita harus selalu berpegang kepada iman dan adab,” ujar Evi Lestari dalam kata sambutannya.
Sesi pembuka kemudian diikuti oleh sesi presentasi awardee. Pada kegiatan ini, para awardee akan memaparkan progress kinerja mereka selama enam bulan dalam program pengabdian masyarakat sebagai salah satu rangkaian kegiatan Beasiswa Desamind. Setiap presentasi dari masing-masing awardee akan diikuti oleh sesi tanya-jawab dari tim juri. Tim juri yang hadir dalam kegiatan kali ini antara lain; Hardika Dwi Hermawan selaku founder sekaligus president director Desamind, Evi Lestari, Zakky Muhammad Noor selaku managing director Desamind, Dita Puji Rahayu selaku director divisi Growth Management Desamind, dan Lailati Rohmah selaku director divisi Sekretariat Desamind. Jajaran tim juri ini juga merupakan mentor untuk masing-masing awardee.
Sesi presentasi pertama diawali oleh Bagas Primandaru yang mengusung program kerja Pemanfaatan Lidah Buaya Menjadi Keripik dan Minuman. Program kerja yang dimentori oleh Evi Lestari ini dilaksanakan di Desa Trikarso, Kecamatan Sruweng, Kabupaten Kebumen dan akan dieksekusi pada bulan Juli 2021 hingga akhir tahun 2021. Metode pelaksanaan program ini meliputi lima tahapan, yaitu: tahap persiapan Bumi Trikarso, pemanfaatan lahan pekarangan, tahap pengolahan lidah buaya, tahap pemasaran produk, dan evaluasi. Bagas Primandaru, pada presentasinya, memaparkan bahwa terdapat beberapa kendala dalam proses eksekusi program. Kendala-kendala tersebut antara lain, terbatasnya alat produksi yang membuat pengerjaan menjadi tidak efektif dan efisien, terbatasnya bahan baku daun lidah buaya yang sesuai dengan kualifikasi produksi, serta belum adanya pelatihan pengolahan lidah buaya menjadi makanan yang menyebabkan minimnya inovasi produk olahan lidah buaya. Dalam presentasinya, Bagas Peimandaru juga memaparkan rencana-rencana yang akan dilaksanakan untuk mengembangkan program ini diantaranya adalah mengembangkan inovasi produk olahan lidah buaya lain serta memperluas target pemasaran. Setelah presentasi berakhir, dilanjutkan oleh sesi tanya jawab dengan tim juri yang dibuka oleh Dita Puji Rahayu. Pada sesi tanya jawab tersebut disampaikan pula masukan-masukan yang dapat mendukung kegiatan program Bumi Trikarso hingga berakhir.
Presentasi dari Bagas Peimandaru kemudian dilanjutkan oleh Aulia Syifa Ardianti dengan program kerja bertajuk kianmembumi, yang dimentori oleh Dita Puji Rahayu. Program kerja ini mengusung konsep Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Menggunakan Prinsip Circular Economy pada Masa Pandemi COVID-19 dan diaplikasikan di Desa Adipala, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap bersama dengan Kelompok Wanita Tani Sida Megar. Dalam menyusun program kianmembumi, awardee asal Cilacap ini menyorot tiga poin masalah yang melatarbelakangi program tersebut. Poin pertama yang dikemukakan oleh Aulia Syifa Ardianti adalah mengenai eksekusi Sustainable Development Goals (SDGs) yang diharapkan tidak hanya mencakup wilayah perkotaan atau industri-industri besar saja, melainkan juga perlu mencakup daerah-daerah kecil seperti pedesaan. “Apabila bicara mengenai lingkungan, industri-industri skala besar sudah ada AMDAL dan UKL UPL. Secara tidak langsung, sudah menjamin SDGs dari sekitar kawasan industri yang umumnya berada di daerah perkotaan,” tutur Aulia Syifa Ardianti, “berangkat dari hal tersebut, muncul pertanyaan; bagaimana pengelolaan SDGs di daerah pedesaan?” Poin selanjutnya yang dijabarkan adalah mengenai pencemaran udara akibat pembakaran sampah yang marak dijumpai di daerah Desa Adipala serta penurunan kegiatan ekonomi masyarakat akibat pandemi COVID-19, sebagai contoh dari krisis tersebut adalah berhentinya kegiatan KWT Sida Megar. Berangkat dari permasalahan-permasalahan tersebut, Aulia Syifa Ardianti memutuskan untuk menganut metode circular economy yang nantinya akan memanfaatkan kembali sampah sebagai modal awal dalam laju perputaran uang. Pada presentasinya, Aulia Syifa Ardianti memaparkan rangkaian rencana program kerja kianmembumi yang diantaranya adalah melakukan publikasi kegiatan “jemput sampah”. Dalam kegiatan ini, sampah-sampah yang dikumpulkan nanti akan dijual dan dijadikan modal untuk pelaksanaan kegiatan lainnya yaitu pembuatan pupuk, budidaya ikan, pembuatan produk abon ikan patin, serta memasarkan produk-produk KWT Sida Megar lainnya. Sedangkan hambatan-hambatan yang terjadi selama berlangsungnya program ini salah satu diantaranya adalah perlunya usaha lebih dalam membangun perspektif masyarakat untuk mengurangi budaya pembakaran sampah. Sesi tanya jawab yang dibuka oleh Zakky Muhammad Noor menjadi penutup untuk presentasi dari Aulia Syifa Ardianti.
Alfiana Eka Priyanika menjadi awardee berikutnya yang mempresentasikan pelaksanaan program kerjanya. Menyapa Lereng Merapi menjadi tajuk untuk program kerja Alfiana Eka Priyanika dan dimentori oleh Hardika Dwi Hermawan. Program kerja ini dilaksanakan di Padukuhan Gilir Pasang dan Padukuhan Ngaringin, Desa Tegal Mulyo, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dengan mengusung bidang pendidikan, pengembangan masyarakat dan potensi daerah. Faktor-faktor yang melatarbelakangi program kerja tersebut diantaranya adalah akses pendidikan yang terbatas serta kurangnya inisiatif dari generasi muda desa tersebut. Berdasarkan permasalahan serta latar belakang yang telah disebutkan, Alfiana Eka Priyanika memaparkan program-program kerja yang diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi di Desa Tegal Mulyo khususnya di Padukuhan Gilir Pasang dan Padukuhan Ngaringin. Program-program kerja tersebut diantaranya adalah Waste Scholarship, Rumah Belajar Lentera, dan Mentoring. Rumah Belajar Lentera terdiri dari beberapa buah kegiatan yakni Taman Baca yang bertujuan untuk meningkatkan literasi anak-anak Desa Tegal Mulyo, Taman Berdongeng yang dilaksanakan untuk meningkatkan budaya bertutur, serta Pohon Impian untuk meningkatkan rasa percaya diri serta optimisme anak-anak di desa setempat. Diharapkan, dengan dibuatnya Pohon Impian, Alfiana Eka Priyanika dan tim dapat membantu anak-anak Desa Tegal Mulyo untuk selalu bermimpi dan bercita-cita tinggi. Tak ketinggalan, juga dilaksanakan program beasiswa Waste Scholarship untuk anak-anak daerah setempat yang penggalangan dananya didapatkan dari Donasi Sampah dengan ikut memberdayakan masyarakat setempat dalam kegiatan ini.
Presentasi keempat diisi oleh pemaparan program kerja milik Aan Munandar, yang dimentori oleh Zakky Muhammad Noor, dengan tema Peningkatan Ekonomi Ibu Rumah Tangga Berbasis Pemanfaatan Sampah Organik di Padukuhan Denokan, Sendangsari, Minggir, Sleman. Program kerja ini didasari oleh beberapa poin permasalahan yang kerap dijumpai di Padukuhan Denokan. Wilayah padukuhan yang didominasi oleh perkebunan membuat dahan-dahan dan ranting kayu pepohonan dari perkebunan berakhir menjadi limbah karena tidak dimanfaatkan dengan baik. Hal ini menjadi poin permasalahan pertama yang melatarbelakangi program kerja Aan Munandar. Selanjutnya, permasalahan kedua, yakni banyaknya ibu rumah tangga usia produktif yang berada di Padukuhan Denokan, dan tergabung dalam komunitas PKK, tidak memiliki mata pencaharian tetap. Berangkat dari permasalahan yang dipaparkan, Aan Munandar dan tim bermaksud untuk memberdayakan Ibu-Ibu PKK untuk memanfaatkan limbah ranting-ranting kayu menjadi produk yang dapat dijual dan dipasarkan. Dalam pelaksanaanya, Aan Munandar merancang beberapa tahap kegiatan. Kegiatan pertama yaitu melakukan survey pendahuluan koordinasi dengan karang taruna padukuhan setempat serta kepala padukuhan. Kemudian, tahap selanjutnya adalah penyortiran ranting-ranting kayu yang layak produksi serta pengadaan bahan. Tahap berikutnya, yang sedang dilaksanakan saat ini, ialah tahap produksi. Tahap ini meliputi tahap percobaan, perakitan produk dan finishing. Tahap keempat adalah pemasaran serta di tahap terakhir akan dilakukan koordinasi lembaga-lembaga yang akan terlibat, monitoring, serta pendampingan.
Sesi presentasi awardee ditutup oleh presentasi Emi Triani dengan program kerjanya yang bertajuk Baladesa.id dan dimentori oleh Lailati Rohmah. Latar belakang dilaksanakannya program kerja ini adalah minimnya generasi muda desa yang ingin terlibat dalam kemajuan desa. Banyak anak-anak muda yang berasal dari desa, dan telah sukses meniti karir, enggan untuk kembali dan membangun desanya. Sementara itu, tidak sedikit pula orang-orang desa yang merasa kalah bersaing dan pesimis dapat memberi dampak terhadap desanya. Ada juga yang tergerak untuk berkontribusi namun terkendala oleh berbagai macam faktor. “Padahal, pembangunan desa yang berkelanjutan menyumbang 74% pada pembangunan nasional,” ujar Emi Triani dalam presentasinya. Sehingga, menurut Emi Triani, sangat penting untuk membantu para pemuda desa dalam memunculkan jiwa kepemimpinan serta membagikan ilmu yang dapat berguna untuk pengelolaan desa. Dari pemaparan tersebut, Emi Triani kemudian berangkat membangun sebuah platform yang bertujuan untuk memberikan informasi-informasi terkait desa, yakni platform Baladesa.id. Konten-konten yang disajikan dalam platform ini antara lain adalah, funfact seputar desa, informasi desa dari segi sosial, budaya, dan politik, kajian antroposentris desa, serta bincang desa yang merupakan media podcast para pemuda desa untuk menyampaikan harapan serta pandangannya terhadap desa. Baladesa.id juga memiliki sebuah kegiatan bertajuk Sekolah Desa yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada para pemuda desa dalam mengembangkan desa seperti kebijakan anggaran, pengelolaan desa yang berkelanjutan, dan pemberdayaan sumber daya manusia. Selanjutnya, terdapat pula kegiatan Swadaya Desa untuk wadah melakukan sosialisasi dan penyuluhan terhadap kelompok desa. Emi Triani berharap Swadaya Desa dapat menjadi output dari keberlangsungan Sekolah Desa karena, melalui program Sekolah Desa, ia berharap dapat mencetak penggerak-penggerak desa yang dapat menjalankan Swadaya Desa. Sekolah Desa akan dimulai di Dusun Etanan, Desa Bantengan, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali dan harapannya dapat mencakup beberapa desa lainnya di masa depan. Sesi presentasi terakhir ini diakhir dengan sesi tanya jawab yang dibuka oleh Dita Puji Rahayu.
Acara ditutup oleh closing statement dari setiap juri yang diawali oleh Zakky Muhammad Noor dan diakhiri oleh Hardika Dwi Hermawan kemudian dilanjutkan dengan sesi foto bersama. Harapannya, dengan berlangsungnya kegiatan Monitoring dan Evaluasi Awardee Beasiswa Desamind 1.0 ini, para awardee dapat saling menginspirasi satu sama lain dan menjadi pelajaran serta catatan penting untuk keberlangsungan program kerja masing-masing.