Skip to main content

Partisipasi anggota Desamind dalam ajang internasional ini menjadi bukti nyata bahwa gerakan sosial anak muda Indonesia mampu menembus ruang kolaborasi global. Melalui kiprah Kintan, Desamind tidak hanya berfokus pada pemberdayaan di dalam negeri, tetapi juga terus memperluas dampaknya dengan mendorong keterlibatan pemuda dalam bidang riset, inovasi, dan kewirausahaan sosial di tingkat dunia.

Gambar 1. Kintan menerima pendanaan Food Innovation Challenge di University of Queensland

Brisbane, 8 Oktober 2025 — Salah satu anggota Desamind Indonesia, Kintan, berkesempatan untuk berpartisipasi dalam Food Innovation Challenge (FIC) 2025, sebuah program pengembangan inovasi pangan yang diselenggarakan oleh University of Queensland (UQ) melalui UQ Ventures, bekerja sama dengan Australia’s Food and Beverage Accelerator (FaBA). Ajang ini menjadi ruang bagi mahasiswa dan inovator muda dari berbagai universitas untuk mengembangkan ide, meneliti solusi baru, dan membangun bisnis berkelanjutan di bidang pangan dan minuman. Program ini juga menjadi titik temu lintas disiplin yang mempertemukan inovator dari berbagai latar belakang sains, bisnis, dan teknologi untuk menciptakan solusi pangan yang tidak hanya inovatif, tetapi juga berdampak sosial dan ramah lingkungan.

Program tahunan ini dirancang untuk mendorong kolaborasi antara dunia akademik dan industri, menghadirkan pembelajaran langsung dari para pakar global, serta memperkuat kompetensi peserta dalam menghadapi tantangan industri pangan masa depan. Selain memperkuat kemampuan teknis, peserta juga dilatih membangun jejaring profesional dan memahami dinamika global supply chain pangan modern, sehingga siap bersaing dan berkontribusi dalam ekosistem industri berkelanjutan.

Tahun ini, Food Innovation Challenge mengusung tema “Innovating for a Better Tomorrow”, menyoroti pentingnya inovasi berkelanjutan dalam menciptakan sistem pangan yang tangguh, inklusif, dan ramah lingkungan.

Kintan menjadi salah satu peserta internasional yang mengikuti rangkaian kegiatan sejak tahap awal. Program ini diawali dengan sesi workshop dan mentoring yang berlangsung sepanjang September 2025, di mana peserta diajak untuk mengembangkan ide produk berbasis riset menjadi konsep bisnis yang siap diuji di pasar. Selama proses ini, setiap peserta juga berkesempatan melakukan validasi ide langsung kepada pelaku industri dan konsumen, sehingga setiap gagasan yang lahir benar-benar berakar dari kebutuhan nyata masyarakat global.

Melalui pendekatan berbasis desain dan riset pengguna, peserta dilatih untuk mengidentifikasi masalah nyata di sektor pangan, melakukan validasi pasar, dan mengukur dampak sosial dari inovasi yang diusulkan.

Gambar 2. Kintan bersama mentor di University of Queensland

Selama proses tersebut, Kintan dan peserta lainnya mendapatkan bimbingan langsung dari para mentor profesional dan praktisi industri ternama. Pada sesi pertama Mentor yang terlibat diantaranya adalah Saul Martinez, Anthony Jay, Cameron Turner, Alex Bell, Lilly Lim-Camacho, dan Adam Smith. Sementara pada sesi lanjutan, pendampingan diberikan oleh Justin Nugent, Josh Hemelaar, Claire Pink, Alisa Becker, Natalja Ivanova, dan Gav Parry dari tim UQ Ventures. Pendampingan lintas sesi ini tidak hanya memperkuat kemampuan teknis peserta, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan diri mereka untuk mempresentasikan ide di hadapan praktisi industri kelas dunia.

Melalui sesi mentoring tersebut, peserta memperoleh wawasan mendalam tentang strategi inovasi, pengembangan produk, serta peluang bisnis di industri pangan global yang terus berkembang. Hal ini memperlihatkan bagaimana universitas berperan penting dalam menyiapkan generasi muda menghadapi masa depan pangan dunia yang semakin kompleks dan berbasis teknologi.

Puncak kegiatan berlangsung pada Rabu, 8 Oktober 2025, di kampus University of Queensland, Brisbane, dimana seluruh tim finalis mempresentasikan hasil inovasi mereka dalam sesi Final Pitch Event. Para juri yang hadir berasal dari kalangan profesional industri dan akademisi, antara lain Lisa-Claire Ronquest-Ross, Leigh Ford, dan Chris Downs. Mereka menilai setiap ide berdasarkan aspek keberlanjutan, potensi pasar, inovasi teknologi, dan dampak sosialnya. Momen ini menjadi ajang pembuktian para inovator muda bahwa ide yang berangkat dari riset dapat dikembangkan menjadi solusi konkret yang bernilai bagi masyarakat luas.

Kintan menyampaikan rasa syukur dan kebanggaannya dapat menjadi bagian dari program prestisius ini. “Mengikuti Food Innovation Challenge adalah pengalaman yang luar biasa. Saya belajar bagaimana menggabungkan antara riset ilmiah dan inovasi sosial untuk menghasilkan solusi yang tidak hanya bermanfaat secara ekonomi, tapi juga menjawab kebutuhan masyarakat. Selain itu, kesempatan untuk belajar langsung dari mentor-mentor dunia membuka pandangan baru tentang potensi kolaborasi lintas negara,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa kegiatan ini memberinya pemahaman baru tentang pentingnya kolaborasi lintas budaya untuk menciptakan inovasi yang relevan dengan tantangan global.

Program Food Innovation Challenge juga dikenal sebagai ajang yang mendorong peserta untuk berpikir holistik memadukan kreativitas, riset, dan keberlanjutan dalam satu kerangka inovasi. Melalui pendekatan interdisipliner ini, peserta didorong untuk memahami hubungan antara sains pangan, kewirausahaan, dan tanggung jawab sosial. Inilah yang menjadikan FIC lebih dari sekadar kompetisi, melainkan wadah pembelajaran yang menyiapkan generasi muda menjadi inovator masa depan. Lebih dari itu, FIC juga menjadi simbol harapan baru bahwa masa depan pangan dunia dapat dibentuk oleh generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga peduli pada keberlanjutan dan keadilan sosial.

Bagi Desamind Indonesia, keterlibatan Kintan dalam kegiatan ini menjadi kebanggaan tersendiri. Sebagai gerakan sosial yang berfokus pada pengembangan kapasitas pemuda melalui riset dan inovasi sosial, Desamind terus berupaya mendorong anggotanya untuk berkiprah secara global. Partisipasi ini menunjukkan bahwa semangat belajar dan kontribusi sosial tidak mengenal batas negara. Pengalaman yang diperoleh Kintan diharapkan dapat menginspirasi lebih banyak pemuda Indonesia untuk berani melangkah dan membawa gagasan mereka ke panggung internasional.Melalui langkah-langkah kecil seperti ini, Desamind menegaskan komitmennya untuk menumbuhkan ekosistem inovasi sosial yang mampu bersaing di tingkat global namun tetap berpijak pada nilai kemanusiaan.

Selain memperluas jejaring internasional, partisipasi ini juga membuka peluang bagi Desamind untuk berkolaborasi dengan institusi pendidikan dan lembaga inovasi luar negeri. Melalui pengalaman langsung seperti ini, anggota Desamind mendapatkan kesempatan untuk memahami dinamika inovasi global sekaligus mengadaptasikannya dalam konteks pembangunan sosial di Indonesia. Dengan begitu, gerakan ini tidak hanya mengembangkan kapasitas individu, tetapi juga memperkuat fondasi kolaborasi antarnegara dalam upaya menciptakan inovasi yang berkeadilan dan berdampak luas.

Kintan menutup pengalamannya dengan pesan reflektif, “Bagi saya, ini bukan akhir dari perjalanan, tapi awal dari kolaborasi yang lebih luas. Saya ingin membawa semangat dan ilmu yang saya dapatkan di sini untuk dikembangkan bersama teman-teman di Indonesia agar inovasi bisa benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat.” Pesan itu menjadi pengingat bahwa setiap langkah kecil yang dilakukan anak muda dapat berkontribusi bagi perubahan besar, terutama ketika dijalankan dengan niat dan semangat berbagi.Keikutsertaan Kintan dalam Food Innovation Challenge 2025 menjadi bukti nyata bahwa anak muda Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi bagian dari perubahan global. Melalui semangat kolaboratif dan nilai-nilai kemanusiaan yang diusung Desamind, langkah kecil ini diharapkan mampu menyalakan lebih banyak lilin harapan dari kampus di Brisbane hingga komunitas di tanah air.

Penulis: Alan Ferdian Syah

Editor: Kintan Nur Romadhona